Jihad Sang Hati Dalam Kembara Cinta Dunia
“Dian…”
Kepala dipanggung dari buku ditangan.
“Tanya sikit boleh?” Bibir tarik senyum.
Keningnya spontan terangkat tinggi. “Pe?”
“Ermm, kau memang tak de feeling kat guys eh?”
Kepala yang kembali tunduk pada helaian buku, terus tegak. “Huh?” Iqa dipandang confuse.
“Tak la kan…kitorang tak pernah pun tengok kau sembang dengan mana-mana lelaki…” Mata dilepas jauh ke tengah tasik. “Alangkah bagus, jadi macam kau kan…” Bibir tarik senyum payah.
Iqa tak dikalih pandang.
“Kadang pernah terlintas kat hati ni, sunyinya hidup…being like you are. Lantas aku rasa bertuah hidup berteman…”
Raut wajah yang masih tak kalih dari tengah tasik dipandang tak berganjak.
“…dan saat ini, baru aku tersedar…” Dian dikalih pandang. “…walau kau tak punya si dia, bibirmu tak lekang dari senyuman. Walau kau tak punya si dia menemani hari-hari mu, kau tetap ketawa riang…seolah pelangi yang tak pudar dek mentari…”
Nafas ditarik payah. “Kadang aku terfikir, betapa bahagianya kau tanpa ditemani air mata, tanpa parut yang tertoreh, tanpa sakit yang mencengkam seakan tenat…”
Mata di lari ke tengah tasik. Bibir tarik senyum. “Masakan sebuah peperangan itu suci dari palitan darah…apatah lagi aku, seorang hamba yang seringkali khilaf, bisa suci dari noda tangis…sedang dosa-dosaku makin hari makin membukit…”
“Maksud kau?”
Iqa dipandang dengan senyuman menguntum dibibir. “Aku sering menangis sahabat…”
Dian ditenung dalam. “Tapi…”
Bahu Iqa ditepuk lembut. “Biarlah itu menjadi rahsia aku dengan-Nya.” Bibir tetap tak lekang dari senyum.
Raut wajah yang seakan disimbah cahaya itu memaku pandangannya.
“Sahabat…mungkin kita dah lama berteman. Tetap kau dan aku tak mampu mendalami antara satu sama lain. Dan seringkali itu la jua penyebab, jalinan ukhuwah itu sering terputus saatnya sang syak wasangka datang menyapa…”
Kepala dikalih pandang. Mata bundar itu ditatap kasih. “Kerana…jika tali itu tak didasar pada-Nya, mana mungkin ikatan itu kan tetap teguh. Begitulah jua dengan kehidupan kita.”
“Di…” Sebak yang menyapa, memanaskan tubir mata.
Bibir tarik senyum. “Kau dan aku, tak lepas dari tangis…kerana telah DIA anugerahkan permata jernih itu untuk merawat setiap kesakitan yang menyapa disudut hati ini…” Dada dilekap kejap.
“…namun sahabat, tangisan kita punya cerita yang berbeza, punya sebab yang berlainan…”
Air jernih laju menuruni lekuk pipi.
“Sama ada tangisan itu berperisa duka, atau berperisa bahagia, kita lah penentunya…”
Air jernih yang membasahi pipi disapu belakang tapak tangan. “Bukan senang Dian…”
Masih lagi tak lekang dari senyum.
“Kau tak kan pernah faham…”
“Kerana aku tak pernah berteman?”
Dian dikalih pandang. Dalam gerak perlahan kepala mengangguk.
“Seperti yang aku cakapkan…kita mungkin dah lama berteman, tapi tetap tinggal asing.” Buku ditutup perlahan.
“Syafiqa Razlan…mengapa sering mempersoal, sedang diri kita tak henti melakukan salah? Mengapa tidak kita bermuhasabah, mengakui salah, memohon ampun, pinta sebuah jalanan yang benar dari-NYA?”
“Kau…”
“Ya. Aku tak pernah berteman. Tak pernah bercinta. Apatah lagi untuk menyelami dasar hati kau saat ini…”
Raut wajah yang basah dengan air mata dikalih pandang.
“Tapi jangan lupa sahabat…aku manusia, lahir dari hinanya air mani sebagaimana kejadianmu…tak mungkin aku tak punya rasa untuk memiliki dan dimiliki, untuk disayangi dan menyayangi, untuk dicintai dan mencintai…”
“Di…”
“Jalan cerita kita tak sama, nasib kita tak serupa, takdir kita berbeza, namun kita tetap sama…tak kan sunyi dari ujian-Nya…”
Dalam sendu kepala mengangguk perlahan.
“Luarannya aku teguh, namun hati ini makin hari makin tenat. Ternyata…pada jihad sang hati, air mata tak kan pernah kering…”
Iqa dipandang. “Mengharap kemenangan tanpa usaha, ibarat merenung sang langit menanti hujan… Benar, berubah itu payah…kerana kemanisan yang menanti bak mutiara didasar lautan, tak diketahui letaknya, sukar sekali untuk digapai.”
“Tolong aku Dian… Aku dah penat menangisi sebuah perhubungan yang tak pasti. Lelah dalam menagih kasih, sesak dalam menuntut kesetiaan, sedang akhirnya…hati ini tetap terluka…”
“Aku tak punya kudrat itu Iqa, melainkan titipan doa… Kembalilah pada-Nya…hanya pada DIA kau kan temui jalanan yang pasti...dan hanya pada-NYA kau kan miliki segala-galanya. Tak perlu menagih, tak perlu meraih, tak perlu menanti…sedang semuanya telah pasti. insyaALLAH sahabat…”
“Di..an…” Dalam sendu tubuh Dian dipeluk erat.
“Macam mana kau boleh sekuat ni?”
“Letak lah DIA dihati, bukan sekadar sebuah lafaz dibibir…”
“Aku takut Di…takut permulaan jalanan aku rebah kembali…”
“Andai jalanan langkah kaki itu pada sebuah jalanan yang sememangnya benar, mengapa harus menunduk pada rasa takut? Tak mungkin untuk ke puncak, jalanan itu tak berduri kan?”
Kepala mengangguk lagak si kecil yang patuh.
Dalam gelengan, bibir tersenyum. Dada Iqa disentuh perlahan. “Sematkan disisi, hidup dan matimu, untung dan rugimu hanya pada-NYA. InsyaALLAH, dalam duri kan mengalir titisan syukur…”
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) degan sabar dan solat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” [al-Baqarah:153]
“Sebab tu la kau tak pernah menangis depan kitorang?”
“InsyaALLAH, kau akan merasainya nanti…”
“InsyaALLAH…” Raut wajah yang tak lekang dengan senyuman dipandang ralit. “Bahagiakan rasa itu…”
Iqa dipandang kalih. Kening diangkat bertanya.
“Tak perlu ulas bibir kau berbicara…pada raut kau terpancar sinar itu…”
“Bila kita menangis dimalam harinya, InsyaALLAH…walau terik mentari seakan tenat, bibir yang merekah kekeringan tetap jua kan tersenyum bahagia…”
Kedua-duanya kalih serentak.
“…kerana hati ini tersalut penuh cinta-NYA…”
“Indahnya kan….”
Kepala diangguk. Tasik yang berkocak tenang menjadi tumpuan mata.
“Macam mana kalau tetiba kita teringat dan rindu dia sangat-sangat…” Kepala tunduk menekur rumput dibumi.
“Itulah ujian-Nya untuk menguji cinta kita buat-NYA…” Masih lagi statik memandang tasik.
Liur ditelan. ‘Subahanallah…belum apa-apa, aku dah mengalah Ya Tuhan…’
“Maaf, andai bicara ini akan mengguris hatimu…”
Kepala diangkat. Raut sisi wajah Dian dipandang.
“Kala bicara kalian tak lekang dari cinta, aku sering mengundur diri. Bukan kerana aku ‘BAIK’, tak jua kerana aku muak, cuma diri ini bimbang… Bimbang sekeping hati ini tak kuat. Bimbang hati ini kembali ke daerah alpa itu…”
Sekelompok burung yang terbang bebas menarik senyum dihujung bibir.
“Kadang saatnya korang ceria bercerita ‘cinta’ indah, hati ini lebat sendirian… Kala hubungan korang dilanda badai, air mata laju mencurah, sedang saat itu dibibir kalian tak henti meluah, ‘Mengapa?’, ‘Kenapa?’, seolah takdir-Nya kalian persalahkan. Sedang dalam tawa bahagia, jarang benar bibir mengucap syukur…”
Titisan jernih yang melebat dipipi tak diseka.
“…saat itu, aku tak mampu pekak kan diri sedang hatiku perlahan-lahan mati tenat sendirian. Dalam lautan kasih yang mendalam, bersaksikan air mata hina ini, ulas bibir ku pujuk menegur kasih, agar kalian sedar… Namun ternyata, pada sebuah leraian kasih sakit itu tak terucap…
“…Puas ku pujuk hati, puas ku tangis demi memujuk hati yang remuk. Ternyata redha itu bukan semudah ungkapan dibibir. Dalam sujud, hati ini benar-benar redha…telah tertulis yang ikatan persahabatan kita sampai disitu…”
Kepala dikalih. Iqa dipandang tepat.
“Aku punya hati…yang sememangnya tak sunyi dari menagih kasih. Namun ku punya air mata untuk memohon secebis kekuataan. Semakin kuat rasa itu mendesak, semakin lebat air mata ini meminta pada-NYA. Namun segumpal darah yang bernama hati ini terlalu lemah…cepat benar mengalah pada pujukan, cepat benar alpa pada nikmat kasih-NYA…”
“…aku jua sering tersungkur Iqa…” Kepala jatuh menekur ke bumi.
Air mata yang menitis dipipi putih bersih itu memakukan tangisnya. ‘Tuhan…dia menangis…’
“Walau berkali ku pujuk hati, walau berkali ku teguh kan langkah kaki…ternyata diri ini tetap mendamba kasih, sedang kasih-NYA tak pernah surut. Pada sekeping hati rapuh ini, aku berbicara sedih…aku sedih Iqa…sering dia tersungkur pada pujukan, sedang ALLAH s.w.t tak pernah hilang sesaat dari nafasku. Saat telapak tangan ku angkat memohon ampun, tak mampu ku mendongak…malu benar aku pada-Nya…dibibir sering melafaz cinta, sedang hatiku tak henti berdusta…”
“Wahai manusia, sekiranya kamu datang kepada-Ku dengan membawa dosa seisi bumi kemudian kamu bertemu Aku dengan dalam kedaan tidak menyekutukan Aku dengan sesuatu apa pun, niscaya Aku datang kepadamu dengan membawa ampunan seisi bumi pula,” [Imam Tirmidzi]
Tubuh lampai itu dipeluk erat. ‘Ya Rabbi…’
“Jihad ini tak mungkin ku genggam menjadi milikku, selagi nadi ini berdenyut… Maafkan aku atas leraian tali ukhuwah itu…”
Dalam sendu kepala laju menggeleng. “Kau tak salah…”
“Aku percaya kau mampu berubah… Tak ada orang dilahirkan lemah dan bodoh Iqa. Tak ada alasan untuk kau katakan kau tak mampu… ”
“Allah membentangkan tangan-Nya di malam hari agar orang yang berbuat keburukan di siang hari bertobat, dan membentangkan tangan-Nya di siang hari agar orang yang berbuat keburukan di malam hari bertobat. (Ini akan terus berlaku) hingga matahari terbit dari arah Barat” (HR Muslim).
Air matanya diseka.
“Kadang kita perlu belajar pujuk hati kita…supaya saatnya pujukan sang durjana menyapa, kita mampu menghindar… dan tak lagi mengharapkan pujukan dari yang lainnya. Sedang dia juga insan lemah seperti kita..”
“Sahabat…dalam aturan langkah, kita keseorangan. Ajarlah hati untuk bergantung hanya pada-NYA…saat kaki melangkah keseorangan, percayalah DIA setia mengiringi langkah dan berbisik lembut di hati kita…”
“Doakan aku Dian…”
"InsyaAllah...Ingatlah Allah dalam hatimu, nescaya tiada duka untukmu…Ingatlah Allah dalam hatimu, nescaya musibah dunia tiada buatmu…Kelmarin Allah membantumu, percayalah…hari ini dan selamanya Allah tetap membantumu…sahabat...”
Dalam getar sendu yang bertasbih insaf, hati melahir penuh pengharapan. Moga cinta-Mu milik kami Ya Rabbi…
Nabi Saw Bersabda,
"Sesungguh jika Allah mencintai hamba-Nya, Ia akan memanggil Jibril seraya berkata,'Wahai Jibril, Aku mencinta Fulan, maka cintailah ia, maka Jibril pun mencintainya, lalu ia-Jibril-menyeru penduduk langit.'
"Wahai penduduk langit, sesungguhnya Allah mencintai si Fulan, maka cintailah ia, maka penduduk langit pun mencintainya, sehingga ia pun dijadikannya dicintai oleh penduduk bumi" (HR. Bukhari dan Muslim)
Sahabat...
Allah s.w.t. menjadikan seluruh hidup ini, sebagai ujian bagi para hambaNya, bagi membezakan dalam kalangan para hambaNya, antara yang jujur denganNya dan yang mendustaiNya.
Di antara ujian tersebut, Allah s.w.t. meletakkan syariat sebagai ukuran bagi mendidik manusia, agar mengutamakan perintahNya daripada kehendak nafsu diri mereka. Sesiapa yang berjaya mengutamakan perintah Allah s.w.t. daripada kehendak nafsu dirinya dengan mengutamakan syariat, maka dia ialah orang yang berjaya, begitulah juga sebaliknya.
Adapun sesiapa yang mengutamakan kehendak nafsuNya daripada perintah Allah s.w.t., dengan melanggar syariatNya, maka dia telahpun menderhakaiNya dengan kemaksiatan. Maka, orang-orang tersebut merupakan orang yang malang terutamanya di Akhirat kelak.
Namun, bagi orang-orang yang melakukan kesalahan, kerana dikuasai oleh nafsu, dan lemah imannya, maka Allah s.w.t. sentiasa bersedia untuk menerima kepulangan para hambaNya kembali bersimpuh di bawah kebersamaan rahmatNya dengan taubat kepadaNya.
Allah s.w.t. sentiasa menanti kembalinya sang hamba yang berjauhan denganNya dan gembira dengan kepulangan sang hambaNya daripada kemaksiatan kepada ketaatan, lebih daripada gembiranya seorang perantau yang bertemu semula dengan tunggangan dan bekalan musafirnya, setelah kehilangannya.
Nah, sang musafir yang gembira dengan kepulangan haiwan tunggangannya sewajarnya bergembira, kerana dia sememangnya memerlukan kepada haiwan tunggangannya tersebut, agar dapat meneruskan perjalanannya. Oleh yang demikian, kegembiraan sang musafir tersebut bukan kerana mencintai haiwan tunggangannya kerana haiwan tersebut, tetapi kerana ada kepentingan daripada haiwan tunggangannya tersebut.
Adapun Allah s.w.t., yang tidak pernah memerlukan para hambaNya, tidak pernah berhajat kepada para hambaNya, malah terlebih gembira akan kepulangan para hambaNya kembali kepada ketaatan kepadaNya, dan bersimpuh dalam kebersamaanNya, bukan kerana kepentingan diriNya, tetapi kerana cintaNya kepada para hambaNya setulusnya. Inilah nilai cinta teragung daripada Allah s.w.t. yang Maha Agung.
Dia yang sentiasa memberi peluang dan terus memberi peluang kepada para hambaNya, sehinggakan Nabi s.a.w. sendiri yang pernah ditanya, sampai bilakah Allah s.w.t. akan terus memaafkan para hambaNya yang sentiasa bertaubat namun masih mengulangi kesalahannya, lalu bertaubat semula begitulah seterusnya, dengan jawapan: "Allah s.w.t. tidak akan pernah jemu memaafkan para hambaNya yang (jujur) bertaubat kepadaNya sehinggalah hamba itu sendiri yang jemu (daripada bertaubat kepadaNya)".
Rasulullah s.a.w. sentiasa menggalakkan umat Baginda s.a.w. agar bertaubat, kerana fitrah manusia yang serba lemah dan kekurangan, sentiasa tewas dengan hasutan syaitan dan dorongan nafsu yang mengajak kepad kederhakaan terhadapNya.
Oleh yang demikian, Rasulullah s.w.t. juga bersabda yang bermaksud: "Setiap anak Adam itu melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang-orang yang melakukan kesalahan adalah orang-orang yang bertaubat" (Hadis riwayat Ahmad dan At-Tirmizi)
Rasulullah s.a.w. bersabda lagi yang bermaksud: "Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah s.w.t. dan minta ampunlah daripadaNya, Sesungguhnya aku sendiri bertaubat kepada Allah s.w.t. setiap hari sebanyak seratus kali" (hadis riwayat Imam Muslim)
Bahkan, Rasulullah s.a.w. sentiasa memberi dorongan dan semangat kepada para umat Baginda s.a.w. yang sentiasa putus asa terhadap keampunanNya, dengan meyakini keampunan Allah s.w.t. yang Maha Luas. Pintu taubat sentiasa terbuka, bagi para hambaNya yang ingin kembali kepadaNya, keranaNya, dan dengan bantuanNya.
Rasulullah s.a.w. juga pernah bersabda yang bermaksud: "Sesungguhnya Allah s.w.t. melebarkan tangan (sifat Maha PemurahNya) di malam hari untuk mengampunkan orang-orang yang membuat kemaksiatan di siang hari, dan Allah s.w.t. juga melebarkan tangan keampunanNya untuk mengampuni orang-orang yang membuat kemaksiatan di malam hari, sehinggalah matahari terbit dari sebelah barat (datangnya hari Kiamat)". (Hadis riwayat Imam Muslim)
Pada hakikatnya, Allah s.w.t. tidak pernah memerlukan para hambaNya, bahkan tidak pernah memerlukan taubat para hambaNya, tetapi para hamba tersebutlah yang justeru memerlukan taubat kepadaNya dan kembali ke pangkuan rahmatNya, kerana tiada nilai kehidupan mereka melainkan hanya dengan kebersamaan Allah s.w.t. dan keredhaanNya.
Rasulullah s.a.w. bersabda bahawasanya Allah s.w.t. telahpun berfirman (dalam hadis Qudsi): "Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezaliman ke atas diriKu, dan Aku jadikan kezaliman itu haram sesama kamu jua, maka janganlah kamu semua melakukan kezaliman.
"Wahai para hambaKu. Kamu semua sebenarnya sesat, kecuali sesiapa yang Aku memberi hidayah kepadanya, maka pohonlah hidayah daripadaKu nescaya Aku akan memberi hidayah kepadamu.
"Wahai para hambaKu. Kamu semua dalam kelaparan melainkan sesiapa yang Aku beri makan kepadanya, maka mintalah makanan daripadaKu, nescaya Aku akan memberi makan kepadaNya.
"Wahai para hambaKu. Kamu semua asalnya bertelanjang (tanpa pakaian dan penjagaan), melainkan sesiapa yang Aku beri pakaian kepadaNya. Oleh itu, mintalah agar Aku memberi pakaian kepadamu, nescaya Aku akan memberi pakaian kepadamu.
"Wahai para hambaKu. Sesungguhnya kamu semua melakukan kesalahan pada malam dan siang sedangkan Aku Maha Mengampuni sekalian dosa, maka mintalah ampun daripadaKu, nescaya Aku akan ampuni kamu semua.
Wahai para hambaKu. Kamu semua tidak dapat mencapai akan sebarang kemudaratan bagi memudaratkanKu. Kamu semua juga tidak akan dapat mencapai suatu kemanfaatan bagi memanfaatkanKu.
"Wahai para hambaKu. Kalaulah seluruh makhluk daripada yang paling awal, sehinggalah yang paling akhir wujud, manusia dan jin, seluruhnya, bertaqwa dengan taqwa orang yang paling bertaqwa dalam kalangan kamu, nescaya tidak akan bertambah akan kerajaanKu lagi.
"Wahai para hambaKu. Kalau seluruh makhluk daripada yang paling awal sehinggalah yang paling akhir wujud, samada jin ataupun manusia, seluruhnya, derhaka kepadaKu dengan sejahat-jahat penderhakaan dalam kalangan kamu, nescaya ianya tidak sedikitpun mengurangkan akan kerajaanKu sama sekali.
"Wahai para hambaKu. Kalau seluruh makhluk daripada yang paling awal sehinggalah yang paling akhir wujud, samada jin ataupun manusia, seluruhnya, berhimpun dan meminta daripadaKu, nescaya Aku akan memberikan setiap daripada kamu, akan perimntaan-permintaan mereka, dan ia tidak mengurangkan sedikitpun daripada apa yang Akum miliki, melainkan seumpama berkurangnya lautan apabila masuk ke dalam laut.
"Wahai para hambaKu. Hakikatnya (dalam seluruh kehidupan ini), hanyalah apa yang berkaitan dengan amalan kamu semua, yang Aku perhitungkan ke atas kamu, kemudian Aku memberi ganjaran terhadap amalan-amalan tersebut. Sesiapa yang mendapati akan kebaikan daripada amalannya, maka hendaklah dia memujiKu (bersyukur kepadaKu). Sesiapa yang mendapati akan keburukan daripada amalannya, maka tiada yang dipersalahkan melainkan dirinya sendiri." (Hadis riwayat Imam Muslim)
Oleh yang demikian, seseorang hamba yang jujur dalam kehambaan kepadaNya, sentiasa merasakan dirinya hina di hadapanNya, dan sentiasa bersegera untuk kembali kepadaNya dengan bertaubat kepadaNya, dan meminta bantuan daripada Allah s.w.t. agar Allah s.w.t. terus membantunya dalam ketaatan kepadaNya.
Apa yang penting, seseorang hamba yang ingin mengorak langkah baru setelah lemas dalam lautan kejauhanNya dengan maksiat dan dosa, hendaklah memulakan perjalanan pulang menujuNya dengan penuh kejujuran dan keikhlasan.
Seseorang perlulah memulakan perjalanan pulang menujuNya, dengan rasa bersalah kepadaNya, dan rasa hanya memerlukanNya dalam segenap kehidupan, lalu berjalan menujuNya dan masuk ke gerbang taubat dengan penuh keikhlasan, dengan niat, ingin bertaubat hanya kerana mencari redhaNya, bukan sebarang kepentingan yang lain, samda duniawi dan sebagainya.
Seseorang hamba yang ingin kembali kepadaNya, perlulah sentiasa meminta bantuan daripadaNya agar Dia sentiasa membantuNya untuk sampai kepadaNya, kerana tiada siapa yang mampu pulang dan sampai kepadaNya melainkan dengan bantuanNya. Oleh yang demikian, rasalah diri semakin hina di hadapanNya, di sepanjang jalan menujuNya, serta mintalah bantuan daripadaNya. Seseorang hanya sampai kepadaNya dengan bantuanNya, kerana tiada daya untuk melakukan ketaatan dan tiada upaya untuk menolak memaksiatan melainkan dengan bantuan Allah s.w.t..
Kisah Taubat Seorang Bani Israel dan Pengampunan Allah s.w.t.
Diriwayatkan bahawasanya, di zaman Nabi Musa a.s., ada suatu zaman, dimana berlakunya kemarau. Lalu Nabi Musa a.s. menghimpunkan seluruh Bani Isreal, seramai lebih tujuh puluh ribu orang, untuk solat memohon hujan daripada Allah s.w.t..
Nabi Musa a.s. lalu berdoa: "Wahai Tuhanku. Berilah kami minum, dan limpahilah rahmatMu ke atas kami, kasihanilah kami yang mana, ada dalam kalangan kami, bayi yang masih menyusu, haiwan ternakan yang masih meragut tanaman dan orang-orang tua yang masih ruku' menyembahMu."
Namun, langit masih kering dan kemarau makin panas. Lalu Nabi Musa a.s. berdoa lagi: "Wahai Tuhanku, kalau dengan sebab kedudukanku yang rendah di sisiMu (menyebabkan doaku tidak diperkenan), maka (perkenankanlah) dengan kedudukan Nabi Muhammad s.a.w. yang akan diutuskan di akhir zaman kelak.
Lalu Allah s.w.t. berfirman: "Bukanlah kerana rendahnya kedudukanmu disisiKu, bahkan kedudukanmu di sisiKu tinggi. Akan tetapi, ada dalam kalangan kamu (Bani Israel), menderhakaiKu selama empat puluh tahun dengan maksiat. Oleh yang demikian, engkau serulah dia agar keluar daripada jemaah yang berdoa ini, kerana dengan sebabnyalah, Aku menegah perkenanmu.
Nabi Musa a.s. berkata kepada Allah s.w.t.: "Wahai Tuhank. Aku ini hamba yang lemah, begitu jugalah dengan suaraku. Bagaimana dapat sampai suaraku kepada seluruh manusia yang seramai tujuh puluh ribu orang lebih ini?"
Lalu Allah s.w.t. mewahyukan kepadanya: "Kamu hanya wajib menyeru mereka, sedangkan Akulah yang akan meyampaikan seruanmu kepada mereka".
Lalu Nabi Musa a.s. berucap: "Wahai hamba yang melakukan maksiat kepada Allah s.w.t. selama empat puluh tahun, keluarlah kamu daripada jemaah ini. Sesungguhnya, dengan sebab kamulah Allah s.w.t. menegah kita semua daripada hujan."
Lalu, hamba maksiat yang berkenaan terasa, lalu melihat di sekeliling, namun tiada yang keluar daripada jemaah tersebut. Lalu, dia malu untuk keluar. Jika dia keluar, maka semua orang akan tahu tentang kehinaannya dengan dosa. Jika dia tidak keluar, maka Allah s.w.t. tetap akan menegah mereka daripada air hujan.
Maka, hamba tersebut menyembunyikan wajahnya dalam pakaiannya, menyesali akan perbuatan maksiatnya (selama empat puluh tahun tersebut). Lalu, dia merintih dan bertaubat kepada Allah s.w.t. dengan berkata: "Wahai Tuhanku. Aku membuat maksiat kepadaMu selama empat puluh tahun sedangkan Engkau masih membiarkanku. Kini, aku datang kepadaMu untuk mentaatiMu, maka terimalah aku."
Belumpun sempat selesai ucapan doa taubat tersebut, tiba-tiba hujan pun mula membasahi pelusuk bumi.
Nabi Musa a.s. pun bertanya: "Wahai Tuhan. Engkau menurunkan hujan juga walaupun tiada siapa yang keluar dari kalangan kami?"
Allah s.w.t. berfirman: "Wahai Musa. Aku memberi turun hujan dengan sebab dia yang pernah Aku tahankan hujan dengan sebabnya juga."
Nabi Musa a.s. lalu berkata: "Wahai Tuhan, Tunjukilah aku siapakah hambamu itu?"
Allah s.w.t. lalu berfirman: "Wahai Musa! Sesunggunya Aku tidak membongkar kemaksiatannya takkala dia bermaksiat kepadaKu, bagaimana Aku akan membuka keaibannya (dengan menunjukkan kepadamu siapakah hamba tersebut) sedangkan dia kini telah mentaatiKu? Wahai Musa! Sesungguhnya Aku membenci orang-orang yang mengadu domba (suka membuka aib orang lain kepada sesama manusia), jadi, bagaimana mungkin Aku sendiri menjadi pengadu domba?!" (Dinukilkan dari buku Kitab At-Tawwabin karangan Imam Al-Maqdisi)
Assalamuallaikum warahmatuallah hi wabarakatuh,
Hope this cerpen will answer all the question. Im not good in making article [or semakna dengannya]. Sori if a bit complicated. I try my best. May Allah s.w.t bless us. Ameen.
Cinta bukan sebuah kata yang harus dibicara,
kala ianya mengundang rasa yang belum saatnya tiba…
Cinta itu rahsia Ilahi,
bukan milik bicara berjuta ulas…
Kala hati sesak tak terluah,
Sujudlah bercerita pada-Nya…
Kala hati bingung dalam tak pasti,
Jalanan Tahjjud itu kuncinya…
InsyaALLAH, padanya kau kan temui cinta sebenar…
Buat Kaum Adam,
“Jangan kalian sentuh seseorang wanita walaupun hatinya…” [Imam As-Syafi’e]
Waallahua'lam...
*Credit to:Raja Ahmad Mukhlis bin Raja Jamaludin
ya Allah..sangat menyentuh tangkai hati..
ReplyDeleteseringkali tewas dan lemas dalam lautan ujian..
taka kan dibiarkan kita mengaku beriman selagi tidak diuji...